Laman

Selasa, 08 Februari 2011

Karakteristik Guru yang Berkekuatan Prinsip

Problema dalam dunia pendidikan di Indonesia masih menjadi opini publik yang masih meresahkan dan diperdebatkan. Mulai menyangkut persoalan rendahnya mutu pendidikan, sistem pembelajaran yang belum memadai hingga kurang profesionalnya para guru.
Sehingga, apa yang menjadi harapan dan cita-cita dalam dunia pendidikan di negeri ini hanya baru sebatas retorika dan utopis saja.
Dalam atmosfir seperti ini, Keberadaan  guru kerap menjadi pihak yang dipersalahkan ketika pendidikan menunjukkan  hasil yang mengecewakan. Karena itu, perlu diadakan berbagai upaya serius untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru sehingga pendidikan lebih baik.

Orang Indoneia hanya hampir lulus SD

  Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Sonny Harry B Harmadi mengatakan, masalah kependudukan di Indonesia sudah menjadi masalah yang serius. Di bidang pendidikan saja, rata-rata orang Indonesia hanya mencapai tingkat "hampir lulus sekolah dasar".
"Rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia itu 5,7 tahun. Artinya hampir lulus SD, belum sampai lulus," katanya di dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (29/1/2011).

Potret Pendidikan Indoneia

Ada beberapa permasalahan yang saling berkaitan.
Pertama, dicabutnya UU BHP. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) menyatakan UU ini inkonstitusiona karena bertentangan dengan UUD 1945 [Antaranews.com].
Putusan ini memang diamini oleh sebagian komponen masyarakat. Karena dianggap sebagai upaya komersialisasi pendidikan.
Namun, apakah ketika UU BHP tersebut dicabut masalah akan selesai? Tidak. Karena dunia pendidikan kini harus merumuskan kembali sistem apa yang tepat untuk  digunakan. Dunia pendidikan di Indonesia bisa jadi malah kehilangan arah. Lalu bagaimana tindakan pemerintah saat ini? Pemerintah tengah menggodok Perpu Pengganti BHP. Tapi belum apa-apa, beberapa elemen masyarakat sudah menyampaikan penolakannya.
Kedua, realisasi anggaran pendidikan 20% yang murni digunakan untuk kegiatan pendidikan (tidak termasuk gaji guru). Saat ini anggaran pendidikan memang sudah mencapai 20%. Namun, hingga kini anggaran tersebut termasuk untuk gaji guru. Sementara persentase gaji guru bisa mencapai 6%-7%. Jika dihitung-hitung, maka alokasi tersebut cukup besar dan mempengaruhi anggaran pendidikan.
Untuk itu, seharusnya pemerintah benar-benar merealisasikan 20% anggaran pendidikan yang murni tanpa potongan apapun. Sehingga pemerataan pembangunan dan fasilitas pendidikan bisa menyentuh seluruh institusi pendidikan. Karena tidak dipungkiri, fasilitas cukup menunjang kegiatan pendidikan selama ini.
Ketiga, sertifikasi guru. Hal ini juga mau tidak mau berpengaruh dalam proses pendidikan di Indonesia. Kemampuan guru dalam menyampaikan materi juga mempengaruhi tingkat pemahaman para siswa. Sehingga dibutuhkan akreditasi guru yang mengajar.
Keempat, ujian nasional (UN) bukan sebagai satu-satunya faktor penentu kelulusan siswa. Institusi pendidikan di daerah pelosok tentu lebih berat menerima kebijakan angka standar kelulusan yang terus meningkat. Sementara pada proses belajar, mereka tidak mengalami kemajuan. Fasilitas minim, guru terbatas (bahkan kadang masuk-kadang tidak), akses yang masih sulit.
Tentu angka atau nilai standar dibutuhkan untuk mengetahui kompetensi yang berhasil dilalui oleh siswa. Angka tersebut juga bisa dijadikan acuan dalam melihat kondisi pendidikan. Namun jika ujian nasional disamaratakan akan menjadi sangat tidak adil. Mengapa? Karena kondisi kegiatan belajar-mengajar di pedalaman dan pusat kota sangat berbeda. Siswa di pusat kota bisa saja mendapatkan guru terbaik, fasilitas cukup, ditambah dengan suplemen les dan bimbingan belajar. Sementara kondisi di pedalaman, guru yang masuk tiap hari belajar saja sudah untung. Fasilitas kurang, dan sebagainya.
Untuk itu, program pemerintah di bidang pendidikan seharusnya benar-benar mempertimbangkan segala sisi. Jangan hanya mengejar kuantitas tetapi utamakan kualitas. Nyatanya? Saat ini tidak sedikit sekolah yang pasrah terhadap ujian nasional, mengejar target kelulusan dengan berbagai cara. Hasilnya, tercatat banyak pelanggaran dalam pelaksanaan UN.
Kalau begitu, apakah tujuan pendidikan tersebut sudah tercapai sepenuhnya? Atau bahkan menjadi bumerang?
Persentase kelulusan pun menurun. Jika dibandingkan dengan 2009 yang persentase kelulusannya mencapai 93,74 persen, maka persentase kelulusan tahun ini mengalami penurunan sebesar 3,86 persen menjadi 89,88 [Tempointeraktif.com].
Memang, segala permasalahan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga semua komponen masyarakat. Segalanya ada ditangan kita masing-masing. Apakah kita mau turut menyumbangkan perubahan atau hanya penanti perubahan.
Lets doing something!!

guru wasta

FORGUSTA BERPARTISPASI MENCERDASKAN BANGSA ”BAGIKAN 44.028 BUKU BAGI SEKOLAH SWASTA"



Kewajiban semua warga negara untuk berperan serta dalam peningkatan kualitas pendidikan baik peserta didik maupun guru sebagai pendidik. Salah satunya dengan memotivasi minat baca pelajar yang selama ini belum membudaya dilingkungan pendidikan kita.

Ada beberapa factor yang menyebabkan budaya baca buku itu masih minim, di antaranya guru belum mampu menciptakan budaya baca buku untuk pelajar, juga belum semua sekolahan ada perpustakaanya. Misalpun sudah ada perpustakaanya tetapi buku-bukunya belum lengkap. Itulah kondisi riil di lapangan. Potret pendidikan Indonesia yang memperihatinkan dan masih sangat perlu peningkatan, maka FORGUSTA (Forum Guru Swasta) Kebumen merasa prihatin, dan peduli. dengan kepedulian membagikan buku-buku untuk menunjang peningkatan minat membaca.
Ahmad Munawir,,, pengurus FORGUSTA bidang hubungan antar lembaga yang saat ini sebagai Kordinator pendistribusian sumbangan buku mengatakan bahwa, forgusta akan menyumbangakan buku sebanyak 44.028 eksemplar yang bersu dari Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.
Jenis buku tersebut adalah buku-buku pelajaran yang masuk dalam Ujian Nasional dan pendukungnya. Untuk jenis buku pelajaran SMP seperti; Kreatif berbahasa dan bersasstra Indonesia 1,2,3, bahasa dan sastra Indonesia VII,VIII,IX, Fung English for junior High School Gradge VII,VIII,IX,bahasa inggris kelas 1,2,3, matematika kls1,2,3,VII,VIII,XI.
Jenis buku pelajaran SMA; Biologi: makhluk hidup dan lingkungan XI,XII, Ekonomi XI,XII, X,Ekonomi dan kehidupan X, Fisika X,XI,XII, GeografiXI,XII,KimiaXII,XI,X, PG Sosiologi 1, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Langkah awal Menuju Olimpiade 1,2
Ahmad Munawir menjelaskan dari total sekolah swasta di kebumen setingkat SLTP-SLTA yang berjumlah sekitar 231 sekolahan tentunya tidak semua mendapatkan sementara ini, karena jumlahnya terbatas. Kami menetapkan sekolah yang berhak mendapatkanya berdasarkan skala prioritas dalam pendistribusianya sesuai saran Kementrian Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan.
Kegiatan telah dilaksanakan sepanjang bulan Desember 2010 sampai Januari 2011 kesekolah dan telah terdistribusikan dengan jumlah 75 sekolah SMP/MTS dan 25 SMA/MA/SMK se-Kabupaten Kebumen.
Khotimul Hasan SPdI selaku Ketua FORGUSTA Kabupaten Kebumen Mengatakan bantuan berupa buku-buku tersebut di harapkan akan Menumbuh- kembangkan minat baca siswa dan menambah koleksi perpustakaan sekolah swasta yang di nilai selama ini masih minim, membantu siswa dalam peningkatan belajar, mampu memicu para siswa untuk giat membaca. Muaranya, prestasi siswa akan meningkat,.
Bantuan tersebut berangkat dari rasa keperihatinan guru swasta melihat kondisi perpustakaan di sekolah swasta yang rata-rata masih minim fasilitas. Juga merupakan kepedulian forum guru swasta terhadap pendidikan di kabupaten kebumen.
Dan gerakan ini adalah bentuk komitmen FORGUSTA dalam upaya peningkatan kwalitas dan mutu pendidikan. Meski gaji guru swasta belum sesuai harapan, namun bukan bertari mereka segan memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan. Kami siap bekerjasama dengan pemerintah dan swasta yang peduli dalam peningkatan kwalitas pendidikan, tegasnya.
Harapanya kegiatan ini menjadi Inspirasi stakeholder pendidikan baik pemerintah,masyarakat maupun pihak swasta untuk terus mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan terutama dilingkungan swasta.